ANALISA HAM
Hukuman Mati Bagi Terpidana Kasus
Narkoba Dianggap Melanggar HAM
16
Januari 2015
Direktur Eksekutif lembaga
pemantau HAM, Imparsial, Poengky Indarti menyebut, lembaganya konsisten pada
sikap menentang hukuman mati, serta terus memperjuangkan penghapusannya.Sebelumnya,
Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Anang Iskandar mengatakan
bahwa eksekusi hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba tak melanggar HAM,
karena berdasarkan perintah pengadilan. Dikutip Tempo, Anang, berkilah,
pelanggaran HAM terjadi bila eksekusi mati hanya atas perintah perseorangan.
Melalui suatu
jumpa pers yang berlanjut dengan serangkaian liputan luas, Jaksa Agung Muhammad
Prasetyo mengumumkan akan dilaksanakannya hukuman mati terhadap Marco Archer
Cardoso Mareira (53, warga negara Brasil), Daniel Enemua (38, WN Nigeria,) Ang
Kim Soei (62, Belanda), Namaona Dennis (48, Malawi) Tran Thi Bich Hanh (37, WN
Vietnam) dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia(WNI). Eksekusi akan
dilakukan 18 Januari 2015 dini hari di Nusakambangan, kecuali eksekusi Tran
Hanh yang akan dilakukan di Boyolali.
Jaksa Agung mengatakan, keputusan itu semata-mata untuk melindungi kehidupan
bangsa dari bahaya narkotika. Ini untuk menunjukkan pula, kata Jaksa Agung,
bahwa Indonesia tidak main-main dalam memerangi penyalahgunaan narkotika.
|
Jumlah
pecandu narkoba tiap tahun naik, kata LBH Masyarakat.
|
"Kita berharap sikap tegas, keras, dan hukuman mati ini bagi para bandar
dan pengedar narkotika akan memberikan dampak preventif untuk membuat mereka
jera," katanya dikutip Merdeka.
Namun pegiat anti hukuman mati Ricky Gunawan
dari LBH Masyarakat menepis. "Di laporan BNN setiap tahunnya dari tahun
2009 sampai sekarang terus naik. Jumlah barang buktinya terus naik. Jumlah
pecandunya juga naik. Hukuman mati terus dijatuhkan, eksekusi dilakukan, tapi
kejahatan narkotika tak kunjung turun."
Data itu menunjukkan, kata pegiat yang banyak bersentuhan dengan kasus narkotika
itu, bahwa hukuman mati sama sekali tidak menimbulkan efek jera. Sebaliknya, ia
menuding eksekusi yang dibarengi wacana "Indonesia Darurat Narkotika"
dari para pejabat itu sekadar cara pemerintah untuk menyembunyikan kegagalan
mereka dalam mengatasi peredaran gelap narkotika.
Ia mempertanyakan pula retorika
pemerintah, karena nyatanya yang tertangkap dan dijatuhi hukuman mati serta
dieksekusi hanyalah para pengedar kecil, kurir atau orang yang dijebak, dan
bukan para gembong.
"Keputusan yang mengada-ada"
Ia membandingkan dengan kasus-kasus terorisme.
"Dalam kasus-kasus terorisme, polisi mengungkapkan bagaimana jaringannya,
bagaimana sel-selnya, siapa pemimpin atau gembongnya, siapa otaknya, siapa para
pelaksana lapangan, bagaimana pendanaannya, bagaimana operasionalnya, dsb.
Hukuman mati yang selama ini diterapkan tidak memberi efek jera, kata pengamat.
"Tapi dalam kasus narkotika, tak pernah polisi mengungkap jaringan rumit
itu. Hanya mereka yang tertangkap tangan di lapangan, bahkan dalam dalam
penggerebekan, pun hanya sampai pada yang tertangkap langsung."
Poengky di sisi lain
mengingatkan, hukuman mati di Indonesia adalah peninggalan sistem hukum kolonial
Belanda tahun 1918. Dan ini bertentangan selain dengan HAM, melainkan sistem
hukum modern. "Sistem hukum modern, penghukuman harus bersikap
koreksional, untuk memperbaiki dan bukan untuk balas dendam." Poengky
menyerukan agar rencana eksekusi dibatalkan, dan hukuman mati sepenuhnya
dihapus atau setidaknya dibekukan. Dan hukuman maksimal yang diberlakukan
adalah hukuman seumur hidup, yang tanpa kemungkinan remisi.
ANALISA
KASUS
Negara Indonesia merupakan negara Hukum yang menjunjung tinggi arti sebuah keputusan hakim atas sebuah permasalahan yang terjadi di negara ini, artinya setiap warga negara yang dirasa melanggar hukum yang berlaku di indonesia wajib menerima konsekuensi sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Dalam Kasus ini Hakim memutuskan melakukan hukuman mati bagi keenam narapidana kasus narkoba dikarenakan kasus yang menimpa keenam narapidana ini tergolong kasus yang luar biasa karna dilihat dari jumlah barang bukti yang disita oleh pihak polisi didapati berjumlah cukup banyak.Akan tetapi saya tidak setuju jika diberikan hukuman mati karena menurut saya hal tersebut melanggar hak asasi manusia karena hukuman mati merupakan pelanggaran hak asasi manusia untuk hidup . Tidak ada seseorang pun yang boleh mencabut nyawa seseorang selain TUHAN . Sebagaimana kita ketahui bahwa pelanggaran HAM diatur dalam UU No. 39 tahun 1999 bahwa :
Negara Indonesia merupakan negara Hukum yang menjunjung tinggi arti sebuah keputusan hakim atas sebuah permasalahan yang terjadi di negara ini, artinya setiap warga negara yang dirasa melanggar hukum yang berlaku di indonesia wajib menerima konsekuensi sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Dalam Kasus ini Hakim memutuskan melakukan hukuman mati bagi keenam narapidana kasus narkoba dikarenakan kasus yang menimpa keenam narapidana ini tergolong kasus yang luar biasa karna dilihat dari jumlah barang bukti yang disita oleh pihak polisi didapati berjumlah cukup banyak.Akan tetapi saya tidak setuju jika diberikan hukuman mati karena menurut saya hal tersebut melanggar hak asasi manusia karena hukuman mati merupakan pelanggaran hak asasi manusia untuk hidup . Tidak ada seseorang pun yang boleh mencabut nyawa seseorang selain TUHAN . Sebagaimana kita ketahui bahwa pelanggaran HAM diatur dalam UU No. 39 tahun 1999 bahwa :
"Pelanggaran HAM adalah segala tindakan yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang termasuk aparat negara baik disegaja
maupun tidak disengaja yang dapat mengurangi, membatasi, mencabut, atau
menghilangkan hak asasi orang lain yang dilindungi oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak mendapatkan penyelesaian hukum yang benar
dan adil sesuai mekanisme hukum yang berlaku."
Akan tetapi disisi lain , para
pengguna narkoba harus tetap mendapat hukuman yang setimpal agar mendapatkan
efek jera terhadap penggunanya .Maka dari itu untuk pengguna narkoba sebaiknya
direhabilitasi dan diberikan sosialisasi agar menjadi pribadi yang lebih baik .
Komentar
Posting Komentar